Pembela Mazhab Syafi’iFokus/TokohKhazanah

Maulana Syekh Sulaiman Arrasuli Ulama Tangguh Pembela Mazhab Syafi’i

Maulana Syekh Sulaiman Arrasuli

Perkembangan agama Islam di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari kiprah para tokoh agama dan ulama besar yang giat menyebarkan ajarannya di berbagai wilayah. Sejauh ini, Sumatera Barat merupakan salah satu daerah yang melahirkan banyak ulama terkemuka. Di antara ulama terkemuka tersebut adalah Syekh Sulaiman Arrasuli.

Syekh Sulaiman Arrasuli al-Minangkabawi, lahir di Candung, sekitar 10 km. sebelah timur Bukittinggi, Sumatra Barat, 1287 H./1871 M., wafat pada 29 Jumadil Awal 1390 H./1 Agustus 1970 M. Ia adalah seorang tokoh ulama dari golongan Kaum Tua yang gigih mempertahankan madzhab Syafi’i. Tak jarang pula, beliau dipanggil dengan sebutan “Inyik Candung”. Ayahnya, Angku Mudo Muhammad Rasul, adalah seorang ulama yang disegani di kampung halamannya.

Syekh Sulaiman Arrasuli, yang lebih dikenal oleh para muridnya dengan nama Maulana Syekh Sulaiman Arrasuli, sejak kecil memperoleh pendidikan awal, terutama dalam bidang pelajaran agama, dari ayahnya. Sebelum meneruskan studinya ke Mekkah, beliau pernah belajar kepada Syeikh Yahya al-Khalidi Magak, Bukittinggi, Sumatera Barat. Pada masa itu Masyarakat Minang masih menggunakan sistem pengajian surau dalam bentuk halaqah sebagai sarana transfer pengetahuan keagamaan.

Pendidikan terakhir Syekh Sulaiman Arrasuli al-Minangkabawi adalah di Mekkah. Ulama yang seangkatan dengannya antara lain adalah Kiai Haji Hasyim Asyari dari Jawa Timur (1287 H/1871 M – 1366 H/1947 M), Syekh Hasan Maksum, Sumatra Utara (wafat 1355 H/1936 M), Syekh Khathib Ali al-Minangkabawi, Syekh Muhammad Zain Simabur al-Minangkabawi (sempat menjadi Mufti Kerajaan Perak tahun 1955 dan wafat di Pariaman pada 1957), Syekh Muhammad Jamil Jaho al-Minangkabawi, Syekh Abbas Ladang Lawas al-Minangkabawi dll.

Sementara ulama Malaysia yang seangkatan dan sama-sama belajar di Mekkah dengannya antara lain adalah Syekh Utsman Sarawak (1281 H/1864 M – 1339 H/1921 M), Tok Kenali (1287 H/1871 M – 1352 H/1933 M) dll.

Ketika tinggal di Mekkah, Syekh Sulaiman Arrasuli al-Minangkabawi selain belajar dengan Syekh Ahmad Khatib Abdul Lathif al-Minangkabawi, beliau juga mendalami ilmu-ilmu daripada ulama Kelantan dan Fattani. Guru-gurunya ketika di Mekkah antara adalah, Syekh Wan Ali Abdur Rahman al-Kalantani, Syekh Muhammad Ismail al-Fathani dan Syekh Ahmad Muhammad Zain al-Fathani, Syekh Ali Kutan al-Kelantani, dan beberapa ulama Melayu yang bermukim di sana.

Perjuangan Syekh Sulaiman Arrasuli

Sekembalinya dari Mekkah, Syekh Sulaiman mendirikan pondok pesantren di tanah kelahirannya di Bukittinggi, Sumatera. Beliau berusaha untuk mempertahankan pengajaran menurut sistem pondok. Namun pada akhirnya, pengajian sistem pondok secara halaqah dengan bersila di lantai dalam pendidikan Syekh Sulaiman Arrasuli mulai dikombinasikan menjadi sistem persekolahan, duduk di bangku pada 1928, namun kitab-kitab yang diajar tidak pernah diubah. Bahkan sistem halaqoh ala pondok pesantren juga tetap dilaksanakan hingga saat ini.

Dalam waktu singkat, pesantren yang didirikannya mendapat dukungan penuh dari masyarakat sekitarnya. Dukungan ini mendorong bertambahnya jumlah murid yang menuntut ilmu di pesantren. Murid-murid yang belajar di pesantren tersebut tidak hanya berasal dari daerah setempat, melainkan juga datang dari berbagai wilayah Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, Tapanuli, Aceh, dan bahkan, ada yang datang dari Malaysia.

Materi utama pendidikan di pesantren tersebut adalah pengajaran paham Ahlussunnah wal Jamaah dan madzhab Syafi’i. Syekh Sulaiman sangat konsisten menjalankan paham dan madzhab ini.

Pada tahun 1928 itu juga, Beliau bersama sahabat-sahabatnya Syekh Abbas Ladang Lawas dan Syekh Muhammad Jamil Jaho menggagas berdirinya Persatuan Tarbiyah Islamiyah. Baik dalam sistem pendidikan maupun perjuangannya, Syekh Sulaiman Arrasuli dan kawan-kawannya secara tegas dan berani mempertahankan dan berpegang dengan satu mazhab, yakni Madzhab Syafi’i.

Selain aktif di dunia pendidikan agama, Syekh Sulaiman juga aktif di dunia politik dan keorganisasian. Sejak tahun 1921, ia bersama dua teman akrabnya, Syekh Abbas dan Syekh Muhammad Jamil, serta sejumlah ulama ‘kaum tua‘ (golongan ulama yang tetap mengikuti salah satu dari empat madzhab dalam fiqh: Maliki, Syafi‘i, Hanafi, dan Hanbali) Minangkabau, membentuk organisasi bernama ‘Ittihadul Ulama Sumatera‘ (Persatuan Ulama Sumatera) yang bertujuan untuk membela dan mengembangkan paham Ahl al-Sunnah wa al-Jama‘ah madzhab Syafi‘i. Salah satu kegiatannya adalah menerbitkan majalah al-Radd wa al-Mardud sebagai sarana untuk menjelaskan serta mempertahankan paham Ahlussunnah wal Jamaah madzhab Syafi’i.

Dalam penentuan awal dan akhir puasa (Ramadhan), Syekh Sulaiman Arrasuli lebih menyetujui metode rukyah (melihat langsung bulan sabit). Ini merupakan sebentuk penegasan beliau untuk mempertahankan corak keislaman yang berakar pada tradisi Nusantara. Dalam banyak hal Syekh Sulaiman Arrasuli beserta seluruh ulama Tarbiyah Islamiyah mempertahankan ciri-ciri dan cita-cita keislaman tradisional menurut manhaj Ahlussunnah wal Jamaah bersama-sama dengan para ulama Nahdhatul Ulama (NU) dan semua ulama di seluruh dunia Islam yang masih tetap berpegang teguh kepada Mazhab Syafi’i.

Menurut Hamka, Syekh Sulaiman Arrasuli merupakan seorang ulama yang sangat gigih memperjuangkan kehidupan Umat Islam. Mendidik bangsanya menjadi lebih maju dan berusaha melepaskan diri dari penjajahan. Hamka melansir dalam bukunya yang berjudul Ayahku Menulis, “Cuma Beliau (maksudnya Dr. Haji Abdul Karim Amrullah) berselisih dalam satu perkara (dengan Syekh Sulaiman Arrasuli). Bahwa Syekh Sulaiman Arrasuli mempertahankan Thariqat Naqsyabandiyah, dan salah seorang di antara Syekhnya (mungkin maksudnya Syeikh Saad Mungka, musuh polemik Syekh Ahmad Khathib Minangkabau, ed.), sedangkan pihak Dr. Haji Abdul Karim Amrullah dan Syekh Jambek tidak suka kepada tarekat itu.”

Karya-karya Syekh Sulaiman Arrasuli

Sebagai seorang ulama, Maulana Syekh Sulaiman Arrasuli telah melahirkan beberapa karya, karya-karya ini banyak di pelajari oleh para pelajar Muslim, di Munangkabau, Sumatera dan beberapa kawasan Nusantara lainnya. karya-karya tersebut antara lain adalah :

1. Dhiyaus Siraj fil Isra‘ wal Mi‘raj
2. Tsamaratul Ihsan fi Wiladah Sayyidil Insan
3. Dawaul Qulub fi Qishshah Yusuf wa Ya‘qub
4. Risalah al-Aqwal al-Washitah fi Dzikri Warrabithah
5. Al-Qaulul Bayan fi Tafsir il-Quran
6. Al-Jawahirul Kalamiyyah
7. Sabilus Salamah fi wird Sayyidil Ummah

  1. Perdamaian Adat dan Syara‘.
    9. Kisah Muhammad ’Arif, dan lain-lain

Dalam hal ini, Syekh Sulaiman Arrasuli adalah ulama besar yang jarang tandingannya, kukuh dan kuat mempertahankan agama berorientasikan Sunni Syafi`i. Syekh Sulaiman pulalah yang hingga kini dipercayai oleh masyarakat Minang sebagai penggagas landasan kemasyarakatan islami di Sumatera Barat dalam adagium ”Adat bersendikan Syara’, Syara’ bersendikan kitabullah”.
Syekh Sulaiman Arrasuli juga merupakan ulama yang gigih mempertahankan tatanan kemasyarakatan Minangkabau untuk tetap mempertahankan tradisi kesalehan Nusantara. Setidak-tidaknya hal ini terlihat dari bagaimana Beliau memperjuangkan prinsip ”Bulat air karena pembuluh, bulat kata karena musyawarah” serta ”Tungku tigo sajarangan” yang telah diyakini masyarakat Minang sebagai cara kebijakan paling berrurat akar dalam tradisi Nusantara serta sama seklai tidak bertentangan dengan nilai-nilai Syariat Islam.

Pengaruh Syekh Sulaiman Arrasuli

Maulana Syekh Sulaiman Arrasuli, sempat dilantik sebagai anggota Konstituante dari PERTI yang kemudian dibubarkan oleh Presiden Soekarno dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Syekh Sulaiman Arrasuli adalah seorang ulama besar yang berpengaruh terhadap kawan dan lawan. Sejak zaman pemerintah Belanda, pembesar-pembesar Belanda datang mengunjunginya. Demikian juga pemimpin-pemimpin bangsa setelah kemerdekaan Indonesia. Soekarno sejak belum menjadi Presiden Indonesia hingga setelah berkuasa, sering berkunjung ke rumah Syekh Sulaiman.

Tokoh ini adalah seorang ulama besar Indonesia yang berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat. Beliau adalah golongan Kaum Tua yang sangat gigih mempertahankan Mazhab Syafie. Syekh Sulaiman menyampaikan pesan bahwa dengan memajukan pendidikan, maka umat Islam akan dapat bangkit dan berkiprah lebih aktif dalam usaha membangun bangsa dan agama. Syekh Sulaiman berjasa besar dalam mengembangkan paham Sunni Syafi‘i dan tarekat Naqsybandiyah.

Syekh Sulaiman Arrasuli merupakan salah satu ulama besar asal Sumatera Barat yang gigih dalam membela Islam. Ia wafat dalam usia 85 tahun, yaitu bertepatan dengan tanggal 28 Rabi‘ul Akhir 1390 H/1 Agustus 1970, dan dimakamkan di Komplek Madrasah Tarbiyyah Islamiyyah, Candung, Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia.

Pada hari pengkebumian beliau, diperkirakan tiga puluh ribu umat Islam dan kelompok-kelompok masyarakat lainnya hadir untuk memberikan penghormatan terakhir pada jasad Beliau, termasuk para pemimpin dari Jakarta, bahkan juga dari Malaysia. Bendera Republik Indonesia dikibarkan setengah tiang selama 3 hari berturut-turut oleh Pemerintah dan rakyat Sumatera Barat, untuk menyatakan rasa turut berbelasungkawa dengan kepulangan al-’Alim al-’Allamah al-Fadhil Maulana Syekh Sulaiman Arrasuli bin Angku Muhammad Rasul al-Minkabawi, kembali ke haribaan Allah SWT. Semoga Allah sentiasa melimpahkan rahmat dan keredhaan kepadanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *